ILO: Indonesia Perlu Caleg Perempuan Peduli TKI

id ILO: Indonesia Perlu Caleg Perempuan Peduli TKI, TKW, PRT, Buruh, Tenaga Kerja, Wanita, perempuan, DPR, UU, Undang Undang, pemilu, Pileg

ILO: Indonesia Perlu Caleg Perempuan Peduli TKI

Irham Ali Saifuddin (kanan) pada "Workshop Jurnalis Meliput Isu Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan PRTA" digelar Alainsi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung. (ANTARA FOTO Dok/Gatot Arifianto).

Parpol dalam hajatan nasional yang akan digelar 9 April 2014 nantinya harus berani membuat komitmen dengan caleg yang mereka rekrut dalam kontestasi pemilu."
Bandarlampung (Antara Lampung) - Indonesia membutuhkan calon anggota legislatif (Caleg) perempuan yang memiliki kredibilitas, kapabilitas, kompetensi, dan rekam jejak teruji untuk menduduki kursi di Komisi Ketenagakerjaan dan Badan Legislasi DPR RI periode 2014-2019 serta peduli terhadap nasib Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Capacity Building Specialist Promote Project International Labour Organization (ILO) Jakarta, Irham Ali Saifuddin, di Bandarlampung, Sabtu mengatakan, berbagai persoalan masih saja dihadapi oleh TKI di luar negeri.

Persoalan ini, demikian Irham menambahkan, disebabkan oleh banyak hal yang kompleks. Salah satu yang paling signifikan adalah lemahnya produk peraturan atau perundangan yang benar-benar menjamin perlindungan dan berpihak kepada TKI.

"Persoalan Satinah, TKI asal Jawa Tengah yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi lebih pada buruknya produk perundang-undangan. Kalau jaminan perlindungan normatif saja tidak ada, dengan cara apalagi basis kita untuk memberikan perlindungan pada TKI atau pekerja rumah tangga (PRT)?," ujarnya.

Sikap anggota DPR RI dari kaum perempuan selama ini untuk persoalan TKI menurut Irham belum optimal. Hal itu terjadi karena beberapa hal, seperti kapasitas penguasaan terhadap isu ketenagakerjaan baik TKI atau Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang lemah.

"Lalu kredibilitas keberpihakan terhadap isu-isu ekonomi marjinal tidak tampak, dan di saat yang sama partai absen dalam memobilisasi kadernya di parlemen untuk membuat instrumen produk perundangan pro rakyat," paparnya.

Irham menilai peran kontrol partai politik (Parpol) terhadap anggotanya yang duduk di legislatif (DPR) selama periode 2009-2014 terkait dengan isu TKI masih lemah.  

Hal ini diindikasikan oleh mandegnya pembahasan dua Draf RUU yang strategis, yakni RUU Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri (RUU PPILN) yang akan menggantikan UU 39/2004 yang lebih berperspektif penempatan TKI, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). RUU PPRT bahkan sudah dimasukkan ke DPR RI sejak 2004.

"Artinya, RUU ini mandeg selama 10 tahun. Memang anggota Komisi IX periode ini membuat sedikit kemajuan dengan memfinalisasi bahasan Draf RUU PPRT dan telah menyerahkannya kepada Baleg. Namun, hingga kini di tangan Baleg tidak terdengar lagi kemajuannya," kata dia lagi.

Masalah TKI tidak bisa dipisahkan dari masalah PRT, karena hampir 80 persen TKI Indonesia adalah PRT, salah satu pekerjaan tertua dan didominasi kaum perempuan.

"Bagaimana mungkin kita akan meminta perlindungan bagi PRT kita yang bekerja di luar negeri, kalau di dalam negeri sendiri perlindungannya juga tidak dijamin oleh undang-undang," katanya.

Irham menilai, negara selama ini berkilah bahwa penanganan PRT sudah cukup dengan UU PKDRT, UU Trafikcing, dan UU Perlindungan Anak.

"Di sini terlihat jelas bahwa negara lupa bahwa PRT adalah masalah ketenagakerjaan, yang tidak bisa diselesaikan dengan ketiga UU tersebut saja. Jaminan PRT sebagai tenaga kerja perlu diberikan," kata dia menegaskan.

Ia menambahkan, jaminan itulah yang nantinya akan negara tuntut untuk juga diberikan oleh negara-negara penerima TKI Indonesia.

"Bila kita sudah memiliki UU PPRT, kita akan dengan gagah bisa menuntut negara-negara tujuan TKI tersebut untuk melindungi PRT sebagai pekerja, bukan perlindungan dari tindak kekerasan, pelecehan atau perlakuan kurang manusiawi lainnya, melainkan perlindungan menyeluruh menyangkut hak-hak ketenagakerjaan mereka," kata dia pula.

Irham mengingatkan, peran anggota DPR, yang salah satu tugas utamanya adalah melakukan fungsi legislasi, yakni menghasilkan produk-produk perundang-undangan, sangat strategis.

"Parpol dalam hajatan nasional yang akan digelar 9 April 2014 nantinya harus berani membuat komitmen dengan caleg yang mereka rekrut dalam kontestasi pemilu," ujarnya.

Ia menambahkan, pakta integritas mestinya tidak melulu mengikat ketertundukan caleg pada parpol mereka, melainkan lebih penting lagi bagaimana caleg yang diusung parpol memiliki tanggung jawab sosial kerakyatan yang kuat.

Menurut dia pula, parpol harus berani melakukan lelang sejak dini terhadap jabatan-jabatan politik di DPR yang menyangkut harkat, martabat bahkan nyawa orang banyak, seperti Komisi IX/Ketenagakerjaan, dan Badan Legislasi (Baleg).

"Parpol jangan melulu memikirkan orang-orang yang akan mereka dudukkan di Badan Anggaran (Banggar) saja, yang justru kemudian terbukti menjadi sarang korupsi," demikian Irham Ali Saifuddin.